PUTRI MAWAR
Ditulis Oleh: Moh. Zamzuri
Pagi itu
matahari tampak berseri, sinarnya kuning kemerah-merahan. Embun pagi mulai
meninggalkan pucuk-pucuk dedaunan. Nyanyian burung-burung terdengar indah
sekali. Gemericik air dari mata air sendang di pinggiran hutan mayang
melengkapi keindahan pagi. Hutan asri penuh dengan tumbuhan yang hidup
berdampingan, berderet tumbuh semak belukar dengan daun-daun warna warni bagai
lukisan.
Di antara
mata air itu hiduplah beberapa keluarga bunga mawar bernama Rus. Batang
tubuhnya berwarna hijau dengan beberapa duri tumbuh menjadikan ia sebagai bunga
yang anggun. Sesekali Rus tersenyum “hem….hem..hem” sesaat ketika daun-daunya
yang hijau rimbun diterpa semilirnya angin di pagi hari “wus….wus…..wus….” Batang
tubuhnya yang bergoyang-goyang seakan menari-nari meliuk-liukkan gaun hijau
yang tumbuh bersama daunnya. Rus benar-benar bagai putri yang cantik jelita.
Tiap kali
udara berhembus Rus berteriak kegirangan “la…la….la….la…, la…la….la….,
la….la…la….” ranting-ranting disampingnya pun turut merasakan kegirangan yang
dirasakan Rus hingga berayun-ayun membentuk melodi yang indah.
Selain
keluarga Rus ada juga keluarga melati putih dan sepatu merah. Kedua keluarga
ini tampak sederhana. Keluarga bunga melati hanya memiliki mahkota sederhana
berwarna putih namun aromanya harum mewangi. Walau ia tampak pemalu, melati
putih selalu menyempatkan menyapa bunga sepatu merah sambil tersenyum.
Suatu hari di
akhir bulan Mei, datanglah Putri raja ke pinggiran hutan. Putri tak menyangka
di pinggiran hutan ada bunga-bunga yang indah dan menawan. “oh, indahnya
bunga-bunga ini, aku ingin memetiknya” “tapi…” sambil mengernyitkan dahinya
yang berwarna putih itu. Putri mengurungkan niatnya untuk memetik mawar itu. Biarlah..biarlah
suatu saat nanti bunga mawar ini akan tumbuh dan berkembang menjadi taman yang
indah dan aku akan merawatnya.
Dengan
sedikit rasa cemas Rus merasakan kegembiraan karena tidak jadi dipetik oleh
sang putri. Hari-hari selanjutnya Rus lalui dengan penuh kegirangan, menari dan
menyanyi….”la….la….la….la…..,la….la…..la….,”.
Hingga suatu
ketika, “haem….haem…haem…..” sedikit
demi sedikit gaun hijau daun yang indah bunga mawar Rus pun mulai berlubang. Sambil
memandangi keluarga ulat-ulat itu, mawar membiarkan daunya dimakan. Pak ulat dan
anak-anaknya yang kecil-kecil memang lagi merasakan lapar. Jadi dengan terpaksa
ulat-ulat ini memakan daun-daun bunga mawar. “Maafkan kami ya bunga mawar Rus!”
“Anak-anak kami memang sedang lapar, jadi ijinkan kami memakan daunmu, ya!”
Esoknya
anginpun berhembus setelah kabut tipis menghilang dari pucuk-pucuk daun bunga
mawar. Pagi itu tampak sepi. Tak ada yang menari. Tak terdengar suara nyanyian
mawar yang biasanya merdu ditambah melodi bunyi ranting-ranting yang
bergesekan.
Dengan pelan Melati
mencoba mendekati Rus dan menyapanya. “Hai….hai” tak ada jawaban dari mulut
Rus. Bahkan Rus menundukkan kepalanya yang dipenuhi mahkota berwarna merah itu.
Tak lama kemudian terdengar sesenggukan. Rupanya bunga Rus menangis.
“hik..hik…hik….tak adil, semua ini tak adil bagiku.” Melati mencoba mendekati tetapi
“hik….hik….hik….hik….” Rus menangis semakin menjadi-jadi.
“Rus kalau
ada masalah ceritakanlah padaku?” Tanya bunga melati. Tak ada masalah yang
tidak dapat diselasaikan, kan? Melati bertanya lagi. “Lihatlah gaunku!” pinta
Rus. “Daun-daun yang dulu ku banggakan sekarang tak terlihat lagi keindahannya.
Dipenuhi lubang-lubang yang tak beraturan.”
“Rus,
bukankah kita hidup ini harus saling berbagi, saling memberi.” “Coba bayangkan
jika ulat-ulat itu tak kau beri makanan.” “Bukankah ulat-ulat itu akan mati
kelaparan.” “Lagi pula daun-daunmu kan dapat tumbuh lagi.” “Menarilah!…
menyanyi!..menar!i…menyanyi!..” “kau akan merasakan betapa indahnya memberi.”
Menarilah
bersamaku, Rus! permintaan melati.”ye…ye….ye…” teruslah menari! Teruslah
bernyanyi…”tralala…la…..”
“La..la…la….”
sahut Mawar Rus. “la…la..la…” hingga tak terasa bunga Mawar Rus seharian,
semingguan, dan tak pernah berhenti menari hingga tak terasa gaun-gaun hijau
yang di banggakan telah lengkap kembali bahkan lebih indah lagi karena banyak
yang berwarna hijau muda.
Tak disangka
tak kala bunga mawar Rus menangis dan bercerita pada Melati Pak ulat dan
anak-anaknya mendengarkan semuanya. Merekapun ikut menangis dan menyesali
perbuatannya.
Kemudian
suatu hari pak ulat dan anak-anaknya puasa tak makan daun berhari-harinya
hingga tubuhnya lemah sekali. Selama berpuasa itu Pak ulat dan anak-anaknya
bertekad membalas sebisa mungkin untuk menyenangkan keluarga Mawar Rus.
Hingga suatu
ketika Pak ulat berdo’a kepada Tuhan, agar dapat membalas kebaikan bunga Mawar Rus.
Tak lama kemudian tubuh-tubuh ulat ini berubah menjadi kempompong hingga beberapa
hari dan berubah menjadi kupu-kupu yang lebih indah dari ulat sebelumnya.
Sebagaimana
janji ulat sebelumnya mereka akan membalas kebaikan yang pernah diberikan bunga
mawar Rus, dengan membantu penyerbukan dan menebarkan benih-benih bunga mawar.
“Siapakah
kau?” Tanya bunga mawar Rus. “Aku adalah ulat-ulat yang dulu memakan daunmu
hingga kau menangis setiap hari.” Jawab Pak ulat dan keluarganya.” “Lalu, apa
maksud kedatanganmu kemari? Tanya bunga Mawar. “ aku akan membalas kebaikan
yang pernah kau berikan pada kami” “apa yang dapat kamu lakukan untukku dan
keluargaku” Tanya Mawar. “Aku akan membantu kamu beserta keluargamu.” Jawab Pak
Ulat yang telah berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Setiap sari-sari bungamu
bermekaran aku akan menyerbukkannya hingga kau akan mendapatkan keluarga yang
lebih banyak lagi.
Hari berganti
hari keluarga Rus tampak tersenyum gembira melihat keluarganya semakin hari
semakin banyak. Hingga jadilah taman bunga Mawar Rus yang indah. Hingga
terkenal dan terdengar oleh putri. Bahwa ada taman bunga mawar di hutan.
Tak lama
kemudian putri beserta pangeran mengunjungi taman bunga Mawar Rus itu. “Wah,
indah sekali!” putri jantungnya berdecak kagum. “bukankah dulu ini mawar-mawar
yang tak jadi ku petik.” Putri menceritakan kisanya dulu pada pangeran.
Hingga
akhirnya pangeran memberikan hadiah pada putri sebuah kerajaan kecil yang
dipenuhi dengan taman bunga mawar merah.